Delem Sangut Merdah Tualen

by -631 Views

Redsobek.com – Pewayangan Bali, ada 4 karakter punakawan yg bisa menjadi renungan:
1. Delem.
2. Sangut.
3. Merdah.
4. Tualen.

Mereka “mewakili” sikap miliaran manusia di dunia yang dirangkum ke dalam 4 gambaran umum sebagai sikap karakter manusia jaman sekarang.

.

Delem

Delem

Delem, dia “tidak tahu dirinya tidak tahu”. Dia tidak tahu tapi merasa tahu, dia tidak tahu tapi tidak menerima pengetahuan orang lain, angkuh dan congkak di depan orang-orang, dan dia tidak bisa mengukur diri. Percaya diri di tengah ketakpahaman. Angkuh dan pongah, merasa paling benar.

Tokoh punakawan dalam wayang Bali yang pertama adalah Delem. Tokoh ini memiliki ciri khas tubuh pendek, memiliki gondok pada bagian leher, serta mata yang juling. Biasanya, wayang ini dibentuk dengan kulit yang berwarna merah tua. Karakter ini terkenal memiliki sifat yang sombong, licik, angkuh, dan bermulut besar.

Di hadapan raja serta kesatria, Delem selalu memperlihatkan ketundukan. Namun, sifat yang berbeda bakal diperlihatkan oleh Delem ketika berhadapan dengan orang biasa atau orang dengan usia lebih muda. Saat itu, Delem bakal menunjukkan sifat aslinya yang sombong dan congkak.

.

Sangut

Sangut

Dia tidak paham, namun bersikap menerima ketidakpahamannya, mengakui kelebihan orang lain, penuh pertimbangan. Sifat umumnya Sangut orang yang lucu pintar dan jenaka.

Biasanya Karakter Sangut ini sering berduet dengan Delem. Dalam cerita pasti selalu ada percakapan yang penuh dengan lelucon dan mengundang gelak tawa. Karakter ini digambarkan memiliki tubuh yang kurus dengan perut buncit. Selain itu, ciri khas Sangut yang lain adalah bibir monyong dengan kulit kuning.

.

Merdah

Merdah

Karakter merdah ini, dia “tahu dirinya tahu”. Dia paham, berani dan penuh percaya diri.

Di Bali, Merdah adalah karakter yang merupakan anak dari Tualen. Namun, masyarakat Buleleng secara khusus, mengatakan bahwa Merdah adalah adik kandung dari Tualen. Namun, di tengah perbedaan asal-usulnya, Merdah merupakan karakter yang memiliki sifat toleransi tinggi, sehingga bisa berinteraksi dengan siapa saja.


Dalam pementasannya, Merdah sering muncul bersama dengan Tualen. Seperti halnya dialog Delem bersama Sangut, percakapan antara Merdah dan Tualen juga kerap dibumbui dengan berbagai dialog yang jenaka. Namun, Anda bakal bisa menemukan kebijaksanaan serta banyak petuah dari kedua karakter ini.

.

Tualen

Tualen

Tualen karakter yang dimiliki sangat kontemplatif, murni bersandar pada batin, sederhana dan penuh kearifan.

Kalau dalam punakawan wayang Jawa ada tokoh bernama Semar, maka Anda bisa menjumpai karakter serupa bernama Tualen dalam wayang Bali. Tualen digambarkan sebagai sosok orang tua yang memiliki wajah buruk, dengan kulit hitam. Tokoh ini merupakan ayah dari 3 anggota punakawan lainnya, yakni Merdah, Sangut, serta Delem.


Sebagai seorang yang sudah berusia tua, Tualen memiliki sikap yang bijaksana. Bahkan, Tualen kerap memperlihatkan sikap yang penuh tata krama dengan hati mulia. Pada berbagai dialog, Anda akan menemukan petuah bijak yang sering dilontarkan oleh karakter Tualen.


Dari para punakawan ini, sadar atau tak sadar, masyarakat Bali memetik sikap: Kita memilih berperan seperti siapa?


Setidaknya masyarakat Bali yang suka pewayangan akan malu bercermin pada Delem, yang selalu pongah dalam ketidaktahuannya. Minimal kita bisa merenung, kalau tidak tahu sebaiknya kita “tahu kalau kita tidak tahu”, ini sikap Sangut.

.

Idealnya kita seperti Tualen, sekalipun ia paham dan tahu, dia tidak bersikap absolut atau “tidak tahu dirinya tahu”; disini seseorang dituntut menjadi arif sebab kenyataan dan kebenaran tidak berwujud tunggal, maka “selalu ada yang mungkin”.


Dalam dunia pewayangan, dari kaca mata para punakawan, dunia perasaan dan kemanusiaan diteliti dan dilihat dalam banyak perspektif.


Delem selalu jadi tertawaan di Bali sebab Delem bersikap paling tahu di tengah ketidaktahuannya. Merdah yang “tahu dirinya tahu”, percaya diri dan berpengetahuan luas cenderung tergoda memaksakan sikap dan pikirannya.


Dari Merdah orang Bali belajar bahwa sekalipun pemikiran kita yang benar, yang benar-benar lurus, kalau dipaksakan ke orang lain, cara memaksa ini yang mengundang perdebatan.

Cara Merdah yg paling tahu membuat dia terpancing arogan. Dari Merdah kita diajak belajar bahwa kebenaran harus dijalankan dengan cara-cara yang benar. Cara-cara benar itu ada pada Tualen, yang penuh kearifan membabarkan kebenaran, tanpa paksaan, tanpa menggurui, penuh kesantunan dan kesederhanaan. Secara kontemplatif.


Kebenaran menjadi mentah dan tampak dangkal jika disampaikan dengan tutur keras dan perilaku bermusuhan.


Orang Bali yg mencintai wayang akan dibuat sadar, kebenaran menjadi sempurna bukan dalam diri Merdah, tapi dalam diri Tualen: Kebenaran menjadi sempurna dalam kesederhanaan tutur, kemuliaan hati, santunan, dan kesahajaan sikap.


Para dalang selalu mengingatkan: Rwabhinneda itu ada dalam diri manusia. Kala ya, Dewa ya.


Kalau kita terbersit rindu menonton wayang, barangkali kita rindu menjenguk Tualen, Merdah, Sangut dan Delem yang keempatnya ada dalam diri kita. Mereka silih berganti muncul dalam kehidupan nyata, pikiran dan diri kita menjadi kelirnya.


Kalau lama tak menonton wayang di luar sana, lewat tulisan ini, sebagai sahabat, kenalan, teman seperjalanan, saudara, mengundang setidaknya menonton layar di dalam diri. Tentunya lebih indah menonton wayang di luar sana, sambil menertawakan Delem dalam diri. Ironisnya, saya sering melihat diri saya ditertawakan Delem. ®Redsobek

  • Narasi: [CATATAN HARIAN SUGI LANUS 26 APRIL 2010]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.